Belakangan ini hingar-bingar pilkada (pemilihan kepala daerah) DKI Jakarta jadi perhatian tajam di beberapa mass media di Indonesia. Beberapa calon pimpinan berlomba untuk memberikan keyakinan warga lewat misi serta visi mereka masing-masing karena pada akhirannya suara warga yang nanti tentukan siapa pimpinan mereka untuk pembangunan Jakarta 5 tahun di depan. Sekitaran 478 milyar Rupiah dana yang dikocorkan pemerintahan untuk mengadakan sesuatu pemilihan kepala daerah. Jumlah ini benar-benar fenomenal ingat keperluan warga Indonesia yang memperoleh gaji minimal regional (UMR) sekitaran 3,1 juta rupiah /bulan.

Slot terpercaya di indonesia Pada artikel berikut kita sedikit akan mengulas berkenaan tehnologi e-voting atau pemilu electronic, yakni tehnologi yang manfaatkan mekanisme computer yang sudah dipakai di sejumlah negara seperti Belanda dan Brasil untuk pilih beberapa calon pimpinan mereka. Tehnologi ini bukan hanya bisa menekan jumlah ongkos yang dikeluarkan pemerintahan secara berarti, tetapi dapat menyingkat waktu pemilihan hingga kita bisa ketahui hasilnya bisa lebih cepat dibanding dengan manual. Disamping itu, di Indonesia, kita mengenali istilah quick count. Bagaimanakah cara kerja tehnologi quick count? Apa sama seperti dengan e-voting?

Pertama kita akan mengulas apakah yang diartikan quick count. Menurut Direktur Eksekutif Instansi Survey Indonesia (LSI), Dr. Saiful Mujani, quick count diaplikasikan di Indonesia untuk jaga suara hasil pemilu/pemilihan kepala daerah supaya bila ada kekeliruan baik yang tersengaja atau tidak tersengaja, diharap tidak mengganti siapakah yang semestinya kalah atau menang. Langkah kerja quick count sebetulnya cukuplah sederhana lewat beberapa langkah berikut:

Agen slot terpercaya Ambil contoh dari beberapa tempat pengambilan suara (TPS) yang diputuskan berdasar karakter populasi seperti, jumlah warga, jumlah pemilih baru, jumlah kelurahan dan lain-lain.
Masukkan data yang sudah diambil lewat mekanisme data input dan dikirim hasilnya ke server tempat akseptasi data.
Data yang didapat dihitung pengetahuan dasar statistik (mean, median, madus untuk data bergerombol, rumus-rumusnya dapat disaksikan di sini: http://www.rumusstatistik.com/).

Saat ini silahkan kita ulas e-voting. Mekanisme ini sebetulnya bukan hal yang baru di dunia tehnologi digital sekarang ini. Kita kerap menyaksikan beragam polling yang sudah dilakukan cukup lewat akses internet hingga sebentar sesudah kita pilih (berikan suara) kita langsung bisa ketahui keseluruhan suara yang masuk dan pembagiannya. Hasil penghitungan ini tepat karena dilaksanakan memakai mekanisme yang sudah terpadu dengan polling barusan . Maka, tidak perduli di mana kita ada, kita bisa secara mudah berikan suara kita.

Mekanisme e-voting ini sebetulnya masih juga dalam tahapan peningkatan, khususnya pada mekanisme keamanannya. Saat pemilih berikan suaranya lewat e-voting, data ini harus dilihat ulangi lebih dulu untuk pastikan jika suaranya syah. Sang pemilih wajib isi info data personal seperti nomor jati diri dan tanggal dan waktu pilih saat sebelum berikan suaranya. Selanjutnya, mekanisme ini akan menentukkan apa info sang pemilih ini memiliki sifat unik (tunggal), jika info pemilih ini tunggal, suara yang ditempatkan digolongkan sebagai suara yang syah. Kebalikannya, jika info sang pemilih memiliki sifat majemuk, suara yang ditempatkan barusan tidak syah dan tidak bisa diakui.

Kita perlu memantau beberapa pilihan yang kita masukan, untuk pastikan opsi kita tidak bisa diubah oleh beberapa pihak lain. Sistem pelindungan keamanan berikut yang sekarang ini masih tetap terus diperkembangkan untuk menghindar dari beragam tindak manipulasi yang kemungkinan bisa dilaksanakan baik oleh faksi luar (hacker) atau oleh panitia eksekutor pemilu.

Permasalahan yang lain adalah tersedianya internet. Saat pemilu presiden diadakan, warga yang ada di wilayah pedalaman yang terasing kemungkinan tidak bisa memakai hak pilihnya karena tidak ada internet hingga sistem e-voting ini belum bisa diadakan dengan lengkap.

Namun, selainnya lewat internet ada alternative yang lain bisa dipakai untuk lakukan pengambilan suara secara digital. Alternative yang lain adalah pemakaian mesin electronic yang sama dengan mesin ATM (Automatic Teller Machine) tempat kita bisa lakukan beragam transaksi bisnis perbankan. Saat sebelum lakukan pengambilan suara, beberapa pemilih wajib mendaftarkan memakai kartu jati dirinya lebih dulu untuk mendapat kartu pemilih.

Dengan memakai mesin sama ATM, beberapa pemilih harus lebih dulu masukkan kartu pemilih yang telah mempunyai nomor urut pemilih (tanpa jati diri pemilih untuk jamin kerahasiaan). Selanjutnya, kita bisa memencet tombol yang ada untuk meneruskan proses pengambilan suara.

Sesudah proses ini usai, dalam kartu pemilih ini sudah ada rekaman data yang sudah dipertambah ke dalamnya. Kartu ini lalu dibalikkan ke panitia pemilu untuk diolah selanjutnya. Jika terdapat dua pemilih dengan jati diri yang serupa, pendaftar pertamalah yang suaranya dipastikan syah dan yang ke-2  dihapus untuk menghindar dari kecurangan-kecurangan. Mesin ATM pemilu ini diperlengkapi speaker, untuk menampung beberapa pemilih tunanetra supaya bisa memakai hak pilihan mereka.

Alternative lain yakni memakai mesin computer dengan tehnologi capacitive touch screen yang dibalut monitor LCD (Liquid Crystal Display) hingga benar-benar mempermudah beberapa pemilih untuk memberi suara mereka . Maka, beberapa pemilih cuma disiapkan monitor LCD dan simbol partai yang bisa diputuskan dan pekerjaan beberapa pemilih cuma sentuh opsinya dan suara mereka akan diolah selanjutnya.

Bagaimana? E-voting benar-benar gampang, cepat dan efektif, kan? Mudah-mudahan pada beberapa tahun kedepan tehnologi ini bisa diterapkan di Indonesia untuk membuat pemilu yang memiliki sifat jurdil dengan semangat demokrasi yang sehat.

 

By info

error: Content is protected !!